Banda Aceh- Entah karena tidak faham kode etik jurnalisme atau memang ada unsur kesengajaan dari oknum-oknum tertentu untuk menjadikan profesi Jurnalis sebagai lapangan kerja empuk, akibatnya netralisasi informasi publik yang di sajikan sukar dipercaya keakuratan dan kebenarannya,” meliput jangan mengharap uang, sementara berita entah apa yang di tulis,” kritik Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dalam sambutannya pada peresmian Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI), di Kantor PWI Aceh, di Banda Aceh, Senin(19/8).
Kritikan tersebut seketika menyentak aliran darah para peserta SJI yang hadir saat itu dan mempertanyakan maksud kritikan wakil gubernur Aceh berbagron mantan petinggi GAM itu. Tidak dapat dimunafikan Kritikan pedas Wagub Muzakir Manaf,juga pernah dikeluhkan oleh sejumlah kepala intansi pemerintah dan pengusaha, di Aceh, dalamkurun waktu beberapa tahun terakhir.
Artinya hal itu dapat terjadi jika dilihat dari jumlah penggiat profesi itu yang tergolong dalam lingkaran profesional. buktinya 90 persen wartawan di Aceh belum bersertifikat setandar Kompetensi Wartawan (KW), di balik ada pihak tertentu yang memanfaatkan kebebasan pers untuk mencari keuntungan pribadi “ dari jumlah 600 baru 60 orang wartawan berstandar kompetensi,” Sebut Ketua PWI Aceh, dalam Laporannya dikesempatan yang sama.
Hasil investigasi media ini, sejumlah sumber mengaku pernah didatangi tamu tak di undang itu, dengan mengakui diri dari salah satu perusahaan media massa, “ Sering saya terima tamu atas nama wartawan,” aku seorang, kepala intansi pemerintah di salah satu Kabupaten di Aceh.
Bukti lain yang diperoleh wartawan media ini, profesi Pers kini marak dimanfaatkan para mafia, bahkan profesi wartawan tidak segan-segan dikambing hitamkan untuk mendapat pulus mudah dari kontraktor dengan berbagai modus yang diusung sang wartawan gadungan dimaksud.
Maka, kehadiran SJI di Aceh, yang diresmikan Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, Senin (19/8) lalu, dinilai sangat bermanfaat bagi pekerja pers di Aceh, untuk meningkatkan SDM nya dan mengantisipasi penyusupan profokator dunia pers di Aceh selama ini,bahkan kedepan ID Card Kompetensi berpotensi lebih dibutuhkan ketimbang ID Card dari perusahaan Media. (PR)
Kritikan tersebut seketika menyentak aliran darah para peserta SJI yang hadir saat itu dan mempertanyakan maksud kritikan wakil gubernur Aceh berbagron mantan petinggi GAM itu. Tidak dapat dimunafikan Kritikan pedas Wagub Muzakir Manaf,juga pernah dikeluhkan oleh sejumlah kepala intansi pemerintah dan pengusaha, di Aceh, dalamkurun waktu beberapa tahun terakhir.
Artinya hal itu dapat terjadi jika dilihat dari jumlah penggiat profesi itu yang tergolong dalam lingkaran profesional. buktinya 90 persen wartawan di Aceh belum bersertifikat setandar Kompetensi Wartawan (KW), di balik ada pihak tertentu yang memanfaatkan kebebasan pers untuk mencari keuntungan pribadi “ dari jumlah 600 baru 60 orang wartawan berstandar kompetensi,” Sebut Ketua PWI Aceh, dalam Laporannya dikesempatan yang sama.
Hasil investigasi media ini, sejumlah sumber mengaku pernah didatangi tamu tak di undang itu, dengan mengakui diri dari salah satu perusahaan media massa, “ Sering saya terima tamu atas nama wartawan,” aku seorang, kepala intansi pemerintah di salah satu Kabupaten di Aceh.
Bukti lain yang diperoleh wartawan media ini, profesi Pers kini marak dimanfaatkan para mafia, bahkan profesi wartawan tidak segan-segan dikambing hitamkan untuk mendapat pulus mudah dari kontraktor dengan berbagai modus yang diusung sang wartawan gadungan dimaksud.
Maka, kehadiran SJI di Aceh, yang diresmikan Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, Senin (19/8) lalu, dinilai sangat bermanfaat bagi pekerja pers di Aceh, untuk meningkatkan SDM nya dan mengantisipasi penyusupan profokator dunia pers di Aceh selama ini,bahkan kedepan ID Card Kompetensi berpotensi lebih dibutuhkan ketimbang ID Card dari perusahaan Media. (PR)
Komentar