Aceh Besar- Perjalanan Dinas dan Studi Banding Pemerintah Aceh Besar ke Kabupaten Maros dan Cilacab dalam rangka Penyesuaian Dasar Pajak Usaha Pertambangan dengan Provinsi lain dilakukan oleh 9 (sembilan) pejabat publik pemkab Aceh Besar dan dibiayai oleh PT. LCI ( Lafarge Cemen Indonesia). Sehingga menghasilkan kebijakan penyesuaian harga bahan baku semen :
Batu Kapur (Limestone) semula Rp.15000/ton menjadi Rp. 10.000/ton
Tanah Liat (Siltstone/Shalestone) semula 12.500/ton menjadi 10.000/ton
KKP (Koalisi Kebijakan Partisipatif) Aceh Besar mempertanyakan modus Study Banding tersebut dan dasar penggunaan anggaran dari perusahaan yang merupakan lahannya pajak daerah.
Kebijakan Pemerintah tersebut kami nilai telah menjual harga diri dan menjatuhkan martabat masyarakat aceh besar serta mencoreng nama baik daerah penghasil sumber daya alam yang kaya ini, maka masyarakat sudah seharusnya meminta pertanggungjawaban untuk itu, karena kami yakin setiap kebijakan daerah dan segala biaya yang dikeluarkan atasnya menjadi beban daerah, dan jika belum dianggarkan pada tahun tersebut maka bisa dilakukan pada tahun anggaran berikutnya. Perilaku ini telah menimbulkan pertanyaan ditengah-tengah masyarakat bahwa ada apa antara Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dengan PT. Lafarge Cemen Indonesia, sehingga hal ini tidak tertutup kemungkinan bisa menjadi pelanggaran undang-undang dan termasuk gratifikasi bila nantinya terbukti.
Jika memang PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Aceh Besar tahun 2011 tidak sanggup untuk membiayai Studi Banding pejabat, maka kami sebagai masyarakat bersedia mengumpulkan sumbangan, jika memang hasil studi banding tersebut nantinya betul-betul memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah.
Kebijakan Bupati Melanggar Qanun 19/2003,
Kebijakan Bupati dalam surat nomor : 973/5896, tanggal 31 Oktober 2011 perihal Penyesuaian Dasar Pajak telah melanggar qanun nomor 19 tahun 2003 Tentang Pajak Usaha Pertambangan Umum, Pengambilan dan Pengelolaan Bahan Galian Golongan C, apabila sebelumnya telah diatur, ini namanya “kadipeusabe lumoe ngon kameng”.
Seharusnya penyesuaian tersebut diajukan kembali dalam revisi qanun 19/2003 yang mungkin tidak relevan lagi, bila ini tidak dilakukan dimanakah harga diri DPRK sebagai Badan Legislasi.(KKP Aceh Besar)
Batu Kapur (Limestone) semula Rp.15000/ton menjadi Rp. 10.000/ton
Tanah Liat (Siltstone/Shalestone) semula 12.500/ton menjadi 10.000/ton
KKP (Koalisi Kebijakan Partisipatif) Aceh Besar mempertanyakan modus Study Banding tersebut dan dasar penggunaan anggaran dari perusahaan yang merupakan lahannya pajak daerah.
Kebijakan Pemerintah tersebut kami nilai telah menjual harga diri dan menjatuhkan martabat masyarakat aceh besar serta mencoreng nama baik daerah penghasil sumber daya alam yang kaya ini, maka masyarakat sudah seharusnya meminta pertanggungjawaban untuk itu, karena kami yakin setiap kebijakan daerah dan segala biaya yang dikeluarkan atasnya menjadi beban daerah, dan jika belum dianggarkan pada tahun tersebut maka bisa dilakukan pada tahun anggaran berikutnya. Perilaku ini telah menimbulkan pertanyaan ditengah-tengah masyarakat bahwa ada apa antara Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dengan PT. Lafarge Cemen Indonesia, sehingga hal ini tidak tertutup kemungkinan bisa menjadi pelanggaran undang-undang dan termasuk gratifikasi bila nantinya terbukti.
Jika memang PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Aceh Besar tahun 2011 tidak sanggup untuk membiayai Studi Banding pejabat, maka kami sebagai masyarakat bersedia mengumpulkan sumbangan, jika memang hasil studi banding tersebut nantinya betul-betul memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah.
Kebijakan Bupati Melanggar Qanun 19/2003,
Kebijakan Bupati dalam surat nomor : 973/5896, tanggal 31 Oktober 2011 perihal Penyesuaian Dasar Pajak telah melanggar qanun nomor 19 tahun 2003 Tentang Pajak Usaha Pertambangan Umum, Pengambilan dan Pengelolaan Bahan Galian Golongan C, apabila sebelumnya telah diatur, ini namanya “kadipeusabe lumoe ngon kameng”.
Seharusnya penyesuaian tersebut diajukan kembali dalam revisi qanun 19/2003 yang mungkin tidak relevan lagi, bila ini tidak dilakukan dimanakah harga diri DPRK sebagai Badan Legislasi.(KKP Aceh Besar)
Komentar